Ada banyak hal menjadi sebab batin kita terluka. Aktivitas sehari-hari yang padat seolah tiada akhir. Masalah yang datang silih berganti. Tuntutan dari atas, bawah, samping kanan dan kiri. Boleh jadi awalnya hanya semacam luka goresan saja. Namun, bila dibiarkan dalam jangka waktu lama goresan akan berubah menjadi luka.
Dampaknya sudah pasti tidak baik bagi kesehatan mental, Bahkan, bisa saja berdampak buruk pada kesehatan fisik. Disinilah perlunya kita melakukan self healing.
Self healing merupakan proses penyembuhan luka batin tanpa bantuan obat. Setiap orang memiliki caranya sendiri-sendiri. Salah satunya membaca buku. Dengan membaca, kita akan dibantu mengeluarkan emosi negatif lewat kata-kata yang tertulis di buku. Berikut di bawah ini 5 buku yang kami rekomendaskan untuk menjadi media self healing buat kamu. Yuk disimak!
Kintsugi: Menata Ulang ala Seni Jepang Kuno
Sering kali kita menolak, bahkan mengutuki ketidaksempurnaan diri. Padahal manusia tidak ada yang sempurna. Ini sering kali kita lupakan. Buku Kintsugi menyoroti pentingnya menerima dan menghargai ketidaksempurnaan diri. Didasarkan pada seni kuno ala Jepang. Dengan cara ini kita bisa menata kembali hidup kita. Buku yang ditulis oleh seorang psikolog ini terdiri dari tiga bagian. Masing-masing berisi 6 sampai 7 bab.
Secara garis besar, bagian pertama membahas metode untuk memperbaiki hidup, menyembuhkan luka emosional, dan membahas tentang kesulitan (peran kesulitan, reaksi kita terhadap kesulitan, dsb.). Bagian kedua membahas seni memperbaiki hidup. Di bagian ketiga, penulis memuat beragam contoh kasus dengan solusi. Hal ini bisa menjadi panduan agar pembaca dapat mengambil langkah mandiri dalam menata ulang/memperbaiki hidup.
Sadness: Temen Bersedih
Buku ini mengajak kita untuk adil terhadap rasa. Tidak perlu malu untuk bersedih. Bisa jadi ia jalan menuju bahagia. Mengajarkan kita untuk menjadi manusia seutuhnya dan menjadi manusia seutuhnya berarti juga bisa merasakan kesedihan. Di bagian awal, buku ini memberikan kita cara memahami diri sendiri. Memberikan kita pelajaran untuk menerima kesedihan dan pemahaman bahwa kesedihan bukan hal yang asing dan harus ditutupi.
“Kebahagiaan selalu didambakan, sedangkan kesedihan selalu disingkirkan.” Buku ini mengajarkan bahwa bersedih bukan berarti kita lemah.
The Atlas of Happiness: Rahasia Hidup Bahagia dari Beragam Kultur Dunia
Standar sosial yang tinggi dan beragam serta tuntutan yang banyak sering kali membuat kita selalu merasa tidak puas dan bahagia. Buku ini mengajak kita untuk mengenal filosofi hidup, kebiasaan, dan kultur dari berbagai negara yang dapat kita jadikan contoh untuk menjalani hidup dengan lebih bahagia. Memuat 30 filosofi dari 30 negara berbeda. Berfokus pada pembahasan cara mewujudkan kebahagiaan dan kepuasan. Lebih menarik lagi, penulis juga mencantumkan faktor sejarah yang membentuk filosofi kebahagiaan dan kepuasan dari satu negara.
Gigih
Dalam perjalanan meraih impian, kalimat “Kenapa belum sukses” sering terbesit di hati. Perasaan-perasaan negatif mulai muncul seiring waktu. Apa aku tidak benar melakukannya? Kenapa orang lain lebih mudah melakukannya? Apa impianku terlalu muluk? Pemikiran-pemikiran semacam itu perlahan akan menyabotase mimpi kita. Buku ini mengajarkan kita bahwa dunia memiliki aturan mainnya sendiri sehingga kita harus mempersiapkan diri kita jika ingin berhasil.
Ketika Rembulan Insecure
Insecure menjadi topik pembicaraan yang sedang hangat pada akhir-akhir ini. Banyak di antara kita yang merasa tidak percaya diri. Merasa bukan siapa-siapa? Memandang dirinya hanyalah semacam remahan rengginang. Melalui buku Ketika Rembulan Insecure penulis mengajak pembaca memperbanyak syukur mengurangi insecure. Tidak masalah ada kesadaran bahwa kita memiliki kekurangan. Jangan jadikan kekurangan sebagai hal yang menyedihkan. Semua kita istimewa. Semua kita sempurna. Bila ada satu kekurangan, pasti ada kelebihan yang mengiringi. Kita harus bergerak untuk meningkatkan kualitas diri.
Membaca buku-buku self healing memberikan banyak manfaat. Kita mendapatkan sudut pandang baru dalam melihat masalah. Kita tidak mungkin bisa menghidar dari masalah. Tapi, kita bisa memilih sikap dalam berhadapan dengan masalah. Cara pandang kitalah yang menentukan sikap yang dipilih. Di sinilah peran membaca buku membantu kita mengobati luka. Jadi tunggu apa lagi, yuk baca bukunya! (Eka)