TANBIHUL GHAFILIN JILID 1

Tanbihul Ghafilin yang bermakna peringatan bagi orang-orang lalai ini banyak dipelajari di pesantren-pesantren di Indonesia. Kitab karya Imam As-Samarqandi ini berisi ajaran-ajaran tasawuf dan sangat populer di kalangan pesantren. Tanbihul ghafilin mengandung butiran-butiran nasihat yang melekat di sanubari setiap insan pembacanya. Redaksi yang disampaikan mampu menjadi bekal mendalam untuk mengobati kehampaan jiwa dan moral manusia agar terlepas dari kelalaian.
Nasihat-nasihat yang disampaikan jika diaplikasikan dalam kehidupan dengan Ikhlas dan konsisten, maka akan membawa pada kebeningan hati dan pikiran. Jiwa yang hampa dan lalai akan Kembali merasakan hakikat kehidupan yang sesunngguhnya. Selain itu, nasihat-nasihat tersebut dapat direfleksikan untuk memepersiapkan diri menghadap Rabb pemilik alam semesta. Penulis dengan amat teliti menjelasakan kabar gembira dengan fadhilah dan keutamaan akhlak-akhlak terpuji.

Imam Abu Laits As-Samarqandi memiliki nama lengkap Abu al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim as-Samarqandi al-Bakhi. Beliau lahir di Samarkand (wilayah di Uzbekistan) pada tahun 4 Hijriyah atau 303 M. Imam As-Samarqandi merupakan ulama ahli fikih, pakar hadits, dan piawai di bidang tafsir yang terkenal memiliki tutur nasihat ppenuh faidah.

Dr. Zakariya Abdul Hamid dalam muqaddimah tahqiq Tafsir Bahrul Ulum menuturkan tatkala Imam As-Samarqandi menuntaskan karyanya, Tanbihul Ghafilin, beliau membawanya menuju Raudhah Nabi dan bermalam di sana. As-Samarqandi bermimpi melihat Nabi SAW mengambil kitabnya dan menimangnya hingga beliau bersabda, “Ambillah kitabmu, wahai Faqih!” Kemudian Imam As-Samarqandi terjaga dan mendapati buku tersebut ada di tempat di mana Nabi menaruhnya. Gelar Al-Faqih pun digunakan sebagai perantara meraih keberkahan (tabarruk).